Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Legenda Batu Menangis

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan hijau dan hutan lebat, hiduplah seorang janda miskin bersama anak perempuannya yang cantik jelita. Gadis itu memiliki wajah yang sangat rupawan, tetapi sayangnya, ia memiliki sifat yang sangat angkuh dan egois. Sang ibu, meskipun hidup dalam kekurangan, selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak semata wayangnya itu.

Gadis itu sering merasa malu dengan keadaan keluarganya yang miskin. Ia bahkan kerap kali memarahi ibunya yang sudah tua karena dianggap tidak mampu memberikan kehidupan yang layak. "Mengapa kita harus hidup seperti ini, Bu? Aku ingin memiliki kehidupan yang mewah dan dihormati oleh semua orang!" keluhnya setiap kali melihat teman-temannya yang hidup berkecukupan.

Suatu hari, sang ibu mengajak gadis itu pergi ke pasar untuk menjual hasil panen yang sedikit. Dalam perjalanan, gadis itu merasa malu berjalan bersama ibunya yang berpakaian lusuh. Ketika bertemu dengan beberapa pemuda di jalan, gadis itu dengan sengaja menjauh dari ibunya dan berpura-pura tidak mengenalnya.

"Nak, kenapa kamu berjalan begitu jauh dari Ibu?" tanya sang ibu dengan suara lembut.

"Jangan dekat-dekat denganku, Bu. Aku tidak mau orang-orang tahu kita keluarga," jawab gadis itu dengan nada dingin.

Sang ibu yang menyadari perlakuan anaknya merasa sangat sedih, tetapi ia hanya bisa berdiam diri.

Setelah kejadian itu, gadis itu semakin sering menunjukkan sifat buruknya. Hingga pada suatu hari, ia bertemu dengan seorang pangeran tampan yang sedang berkunjung ke desa tersebut. Gadis itu pun berusaha menarik perhatian pangeran dengan kecantikannya. Sang pangeran, yang terpesona oleh wajahnya, akhirnya jatuh cinta dan memutuskan untuk menikahinya.

Namun, sebelum menikah, sang pangeran ingin mengenal keluarga gadis itu. Dengan berat hati, gadis itu akhirnya mengakui keberadaan ibunya. Ketika sang pangeran tiba di rumah gadis itu, ia terkejut melihat kondisi rumah yang sangat sederhana. Gadis itu, yang merasa malu, mengaku bahwa sang ibu bukanlah ibunya yang sebenarnya.

"Dia hanya pembantu yang sudah lama bekerja di sini," kata gadis itu dengan nada dingin.

"Nak, bagaimana mungkin kamu mengatakan hal seperti itu? Aku ini ibumu!" seru sang ibu dengan air mata mengalir di pipinya.

"Diam, Bu! Jangan mempermalukan aku di depan pangeran!" balas gadis itu kasar.

Sang ibu yang mendengar perkataan itu merasa hatinya hancur. Dengan air mata berlinang, ia berdoa kepada Tuhan agar gadis itu diberi pelajaran atas perilakunya. Tiba-tiba, langit yang tadinya cerah berubah menjadi gelap. Petir menyambar, dan bumi berguncang. Gadis itu yang ketakutan mencoba melarikan diri, tetapi tubuhnya perlahan berubah menjadi batu.

"Maafkan aku, Bu! Aku tidak akan mengulanginya lagi!" teriak gadis itu, tetapi semuanya sudah terlambat. Tubuhnya sepenuhnya menjadi batu, dan dari batu itu mengalir air mata yang terus menetes, seakan menunjukkan penyesalan yang abadi.

Penduduk desa kemudian menamai batu itu sebagai "Batu Menangis". Batu itu menjadi pengingat bagi siapa saja agar tidak pernah melupakan jasa orang tua dan selalu menghormati mereka, bagaimanapun keadaannya.

Legenda Batu Menangis ini terus diceritakan dari generasi ke generasi, mengajarkan nilai kasih sayang dan rasa hormat kepada keluarga. Kini, batu itu menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh orang-orang untuk merenung dan memetik pelajaran dari kisah tragis tersebut.

Posting Komentar untuk "Legenda Batu Menangis"