Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rangga dan Misi Memecah Matahari

Pada zaman dahulu, di bagian timur Provinsi Papua, terdapat sebuah kepulauan kecil yang sangat aneh. Pulau tersebut selalu diliputi kegelapan, seolah cahaya matahari tak mampu menembusnya. Matahari tak pernah berada tepat di atas kepala, melainkan hanya terlihat di seberang langit untuk waktu yang sangat singkat sebelum tenggelam. Akibatnya, siang hari terasa sangat singkat, sementara malam hari terasa begitu panjang dan gelap.

Di pulau itu, hiduplah seorang pemuda bernama Rangga. Rangga merasa tidak sabar menghadapi suasana gelap yang terus menyelimuti desanya. Dalam hatinya, sering muncul pertanyaan, "Mengapa matahari bersinar begitu singkat?" Rangga pun memutuskan untuk mengajak para pemuda di desanya untuk berusaha mengubah keadaan ini dan membuat pulau mereka menjadi lebih terang.

"Teman-teman, kita harus berusaha membuat pulau kita ini menjadi terang," kata Rangga penuh semangat kepada para pemuda desa.

"Ini sudah takdir, Rangga. Kita tidak bisa mengubahnya. Ini adalah keadaan alam yang harus kita terima," jawab seorang pemuda dengan nada pasrah.

"Tapi apakah kita hanya akan berdiam diri saja?" balas Rangga. "Apakah tidak ada yang ingin mencoba? Aku yakin ada cara untuk membuat pulau ini lebih terang!"

Beberapa pemuda yang penasaran mendekati Rangga. Salah satu dari mereka bertanya, "Jelaskanlah gagasanmu lebih lanjut, Rangga."

Rangga menatap mereka dengan mata berapi-api. "Aku ingin memecah matahari! Sekarang yang kita perlukan adalah mencari lembing ajaib untuk melakukannya."

Salah seorang pemuda tertawa kecil, "Memecah matahari? Kedengarannya gila, Rangga. Tapi, kalau kamu yakin, kami akan mendengarkan."

"Aku serius," kata Rangga dengan tegas. "Kita bisa melakukannya. Kita hanya perlu berpuasa dan bersemedi untuk mendapatkan lembing ajaib."

Mendengar jawaban Rangga yang tegas, beberapa pemuda mulai terpengaruh dan akhirnya bersedia ikut bersamanya mencari lembing ajaib. Mereka semua mulai berpuasa dan bersemedi di dalam hutan. Hari demi hari berlalu, tetapi banyak dari pemuda itu tidak tahan menghadapi rasa lapar dan godaan selama bertapa.

"Aku tidak bisa lagi, Rangga," keluh seorang pemuda. "Ini terlalu sulit. Aku akan pulang."

"Ya, aku juga. Ini bukan untukku," kata yang lain. Satu per satu mereka meninggalkan Rangga, hingga hanya Rangga yang tetap bertahan melanjutkan pertapaannya.

Pada hari ketujuh bersemedi, tiba-tiba muncul seorang peri cantik di hadapan Rangga. Peri itu membawa sebuah lembing panjang sambil mendekati Rangga. "Hai, Rangga, apa yang sedang kamu cari di dalam hutan ini?" tanya peri itu.

"Aku sedang bersemedi untuk mendapatkan lembing ajaib yang bisa memecah matahari, agar pulau tempat tinggalku tidak lagi diliputi kegelapan," jawab Rangga.

Peri itu tersenyum. "Inilah lembing ajaib yang kamu cari. Terimalah ini. Namun, ini baru langkah awal. Lembing ajaib yang sesungguhnya dimiliki oleh Si Pencuri Ulung," jelas peri tersebut.

"Pencuri Ulung? Siapa dia?" tanya Rangga, kebingungan.

"Dia adalah makhluk jahat yang suka mencuri hasil sadapan nira dari pohon di desamu," jawab peri itu.

Rangga mengangguk. "Kalau begitu, aku akan menemuinya dan mengambil lembing itu!"

Pada waktu yang telah ditentukan, seluruh penduduk desa bersiap-siap untuk menangkap Si Pencuri Ulung. Ketika makhluk jahat itu muncul, sebagian besar penduduk lari ketakutan.

"Itu dia, Rangga!" teriak seorang penduduk sambil berlari. "Makhluk itu datang!"

Namun, hanya Rangga yang dengan gagah berani tetap tinggal. Dengan sigap, dia menancapkan lembing ajaib ke perut Si Pencuri Ulung. Makhluk itu meraung kesakitan, tubuhnya perlahan-lahan berubah menjadi lembing ajaib yang sesungguhnya.

Penduduk desa bersorak gembira. "Terima kasih, Rangga! Kamu telah menyelamatkan kami dari pencuri nira itu!" teriak mereka dengan gembira.

Setelah mendapatkan kedua lembing ajaib, Rangga bersama beberapa pemuda lainnya berlayar ke arah timur, menuju langit tempat matahari terbit. Mereka memiliki satu tujuan: memecah matahari.

"Ini saatnya, teman-teman," kata Rangga penuh semangat. "Bersiaplah!"

Dengan kedua lembing ajaib di tangannya, Rangga berteriak menantang matahari untuk muncul. Matahari yang dinantikan pun perlahan-lahan mulai terbit. Setelah hampir separuh matahari terlihat, Rangga dan para pemuda bersiap-siap untuk melancarkan serangan mereka.

Ketika matahari sudah terbit secara utuh, Rangga segera melemparkan kedua lembing ajaib ke arah matahari. Lembing-lembing itu tertancap tepat di tengah bulatan matahari! Seketika itu, tubuh matahari bergumpal. Gumpalan yang besar berubah menjadi bulan, sementara gumpalan yang lebih kecil berubah menjadi bintang-bintang yang bertebaran di langit. Semua benda langit itu kini menjadi penerang di malam hari.

"Rangga, kita berhasil!" seru seorang pemuda dengan penuh sukacita.

Rangga tersenyum lega. "Ya, mulai sekarang, malam di pulau kita tidak akan pernah gelap gulita lagi."

Sejak saat itu, malam di pulau tempat tinggal Rangga tidak lagi gelap gulita. Cahaya remang-remang dari bulan dan bintang yang bergelantungan di langit menerangi malam mereka, membuat kehidupan di pulau itu menjadi lebih terang dan penuh harapan.

Posting Komentar untuk "Rangga dan Misi Memecah Matahari"