Legenda Batu Golog
Ketika Inaq Lembain sedang menumbuk padi, kedua anaknya sering kali ikut serta. Suatu hari, saat ia sedang asyik bekerja, kedua anaknya duduk di atas sebuah batu ceper dekat tempat ia menumbuk padi. Anehnya, batu tempat mereka duduk itu perlahan mulai meninggi. Merasa ada yang aneh, anak sulungnya berkata, "Ibu, batu ini semakin tinggi!"
Namun, karena terlalu sibuk bekerja, Inaq Lembain menjawab, "Tunggulah sebentar, anakku. Ibu masih menumbuk padi."
"Batu ini benar-benar naik, Bu! Aku takut!" teriak anak sulungnya lagi dengan suara gemetar.
"Sabar, Nak. Ibu hampir selesai," kata Inaq Lembain sambil terus menumbuk.
Sementara itu, batu ceper tersebut semakin lama semakin meninggi, hingga akhirnya melebihi tinggi pohon kelapa. Kedua anak tersebut mulai panik dan berteriak-teriak ketakutan.
"Ibu! Ibu! Batu ini semakin tinggi! Tolong kami, Bu!" seru anak bungsunya dengan suara yang mulai parau karena menangis.
Mendengar tangisan yang semakin keras, Inaq Lembain akhirnya menoleh. "Ya Tuhan! Apa yang terjadi? Anak-anakku!" serunya panik.
Ia segera berlari ke arah batu yang semakin tinggi itu, tapi sudah terlambat. Suara kedua anaknya semakin lama semakin sayup terdengar, hingga akhirnya tidak terdengar sama sekali.
Batu Goloq itu terus naik ke langit, membawa kedua anaknya hingga mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya, memanggil-manggil nama ibu mereka.
"Aduh, Ibu! Tolong kami!" teriak anak-anaknya sekali lagi, namun suara mereka sudah hampir tidak terdengar.
Barulah saat itu Inaq Lembain tersadar betapa seriusnya situasi ini. Ia menangis tersedu-sedu dan meratap, "Ya Tuhan, kembalikanlah anak-anakku!"
Dengan penuh duka, Inaq Lembain memohon pertolongan kepada Yang Maha Kuasa agar bisa mengambil kembali kedua anaknya. Ia berdoa dengan penuh harap, "Tuhan, berikan aku kekuatan untuk menyelamatkan anak-anakku!"
Doanya terkabul. Ia diberi kekuatan gaib dan sebuah sabuk yang memiliki kekuatan luar biasa. Dengan sabuk itu, ia dapat memenggal Batu Goloq menjadi tiga bagian. "Aku harus mencoba ini," bisiknya pada diri sendiri, dengan tekad kuat.
Dengan satu tebasan yang kuat, batu tersebut terpotong menjadi tiga bagian.
Bagian pertama jatuh di sebuah tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong, karena tanah di sana bergetar hebat saat batu itu jatuh. Bagian kedua jatuh di tempat yang disebut Dasan Batu, dinamakan demikian karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu tersebut. Potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh yang keras, sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.
Namun, sayangnya kedua anak itu tidak jatuh kembali ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo, dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Karena asal usul mereka dari manusia, kedua burung tersebut tidak mampu mengerami telurnya, meski mereka terus berusaha.
"Maafkan Ibu, Nak... Ibu terlambat," bisik Inaq Lembain dengan air mata mengalir di pipinya, memandang ke langit di mana kedua burung itu terbang.
Kedua burung itu hanya dapat berkicau sebagai jawaban, kicauan yang terdengar pilu, seakan-akan mereka mengerti kesedihan ibu mereka.
Hingga kini, suara burung Kekuwo dan Kelik masih terdengar di sekitar daerah tersebut, mengingatkan penduduk akan kisah tragis yang pernah terjadi di tanah mereka.
Posting Komentar untuk "Legenda Batu Golog"