Kisah Putri Ular
Pada zaman dahulu, di sebuah kerajaan di Simalungun, hidup seorang raja yang bijaksana. Sang raja memiliki seorang putri yang sangat cantik. Kecantikan sang putri telah terkenal hingga ke seluruh pelosok negeri, bahkan ke negeri-negeri seberang. Tak sedikit pangeran dan bangsawan yang tertarik untuk meminangnya. Salah satu dari mereka adalah seorang raja muda tampan dari kerajaan tetangga yang mendengar kabar tentang kecantikan sang putri dan memutuskan untuk melamarnya.
Walaupun terkenal karena kecantikannya, putri tersebut memiliki kebiasaan buruk. Jika ada sesuatu yang membuatnya marah atau kecewa, ia sering melontarkan kata-kata kasar tanpa berpikir panjang. Banyak yang merasa terganggu dengan sikapnya, namun karena status dan kecantikannya, tak ada yang berani menegur.
Suatu hari, lamaran dari raja muda tampan itu diterima dengan sukacita. Sang putri sangat gembira, terlebih karena raja muda tersebut juga memiliki paras yang elok. Persiapan pernikahan pun segera dimulai, dan pesta megah dijadwalkan akan berlangsung dalam waktu sebulan.
Putri sangat ingin tampil sempurna di hari pernikahannya. Setiap hari, ia mandi di danau kecil di belakang istana, mencampurkan air mandinya dengan bunga-bunga harum. Rutinitas ini ia lakukan tiga kali sehari demi menjaga kecantikannya. Namun, nasib buruk menimpa suatu sore ketika ia sedang mandi. Tiba-tiba, seekor burung terbang rendah di atasnya, dan tanpa disangka, burung itu mematuk hidungnya. Darah segera mengucur dari hidungnya.
“Aduh! Hidungku!” teriak sang putri, sambil menutupi hidungnya yang berdarah. Ia segera berlari ke kamarnya, menangis tersedu-sedu. “Bagaimana aku bisa menikah dengan hidung seperti ini? Aku tidak cantik lagi!” ratapnya.
Mendengar tangisan putrinya, sang Ratu datang menghibur. “Jangan khawatir, anakku. Jika raja muda itu benar-benar mencintaimu, luka kecil ini tak akan jadi masalah,” kata sang Ratu dengan lembut.
Namun, putri malah marah. “Luka kecil? Ini akan meninggalkan bekas hitam! Mana mungkin dia mau menikahi wanita berhidung buruk seperti ini?” teriaknya penuh amarah.
Dengan kesal, ia berkata, “Lebih baik jadi ular saja! Kulitnya tebal dan bersisik. Luka sedikit pasti tak terlihat!”
Tiba-tiba, langit mendung, dan petir menggelegar. Ajaibnya, tubuh sang putri mulai berubah. Kulitnya perlahan menjadi kasar dan bersisik, persis seperti ucapannya. Sang Ratu terkejut dan menangis melihat putrinya berubah menjadi ular. “Oh, anakku! Ibu sudah berulang kali memperingatkanmu untuk menjaga ucapanmu!” ratapnya.
Sang putri, yang kini telah berubah menjadi ular, hanya bisa mendesis, menggelengkan kepalanya, dan menitikkan air mata sebagai tanda penyesalan. Namun, semuanya sudah terlambat. Ucapan sembrono yang ia lontarkan akhirnya menjadi kenyataan.
Kisah Putri Ular ini mengajarkan bahwa perkataan yang tidak dipikirkan dengan hati-hati bisa membawa malapetaka. Kita harus selalu menjaga apa yang kita ucapkan, karena kata-kata memiliki kekuatan yang tak terduga.
Pesan moral: Selalu berhati-hatilah dalam berbicara, karena setiap kata yang kita ucapkan dapat membawa konsekuensi yang besar.
Posting Komentar untuk "Kisah Putri Ular"