Banta Seudang
Karena Banta Seudang masih bayi, Sang Raja menyerahkan tampuk kekuasaan kepada adiknya sementara waktu. Namun, adiknya adalah orang yang licik dan serakah. Dengan dalih membantu, ia membangun sebuah rumah sederhana jauh dari istana untuk Sang Raja, permaisuri, dan Banta Seudang. Setiap hari, Raja baru itu mengirimkan makanan kepada mereka, namun hanya sekadar menjaga penampilan baik di hadapan rakyat.
Waktu terus berjalan. Banta Seudang tumbuh menjadi remaja yang cerdas dan mulai penasaran tentang asal-usul kehidupan mereka. Suatu hari, ia bertanya kepada ibunya, "Ibu, dari mana kita mendapatkan makanan setiap hari? Bukankah Ayah tidak bekerja?"
Ibunya menjawab dengan lembut, "Pakcikmu, yang kini menjadi Raja, yang mengirimkan makanan kepada kita."
Banta Seudang merasa berterima kasih kepada pamannya, namun ibunya menyimpan kesedihan. Suatu hari, ia menghadap pamannya di istana untuk memohon agar Banta Seudang bisa bersekolah. Namun, Raja baru itu menolak dengan kasar, "Kalian sudah diberi makan, kenapa masih meminta lebih?" Bentakan itu menyakiti hati Sang Ibu.
Setelah kembali ke rumah, Banta Seudang melihat kesedihan di wajah ibunya. "Ibu, tidak perlu bersedih. Kita seharusnya bersyukur atas bantuan Pakcik," katanya, berusaha menenangkan hati ibunya. Namun, Sang Ibu tetap merasa anaknya layak untuk bersekolah seperti anak-anak lain. Mendengar itu, Banta mulai berpikir keras bagaimana caranya membantu ayahnya agar bisa kembali bekerja.
Kemudian, Banta Seudang menyatakan niatnya kepada ibunya, "Ibu, aku ingin mencari obat untuk menyembuhkan mata Ayah."
Ibunya dengan berat hati mengizinkannya pergi. Dengan bekal doa dan harapan, Banta memulai perjalanan panjangnya, melintasi hutan belantara, sungai, gunung, dan lembah. Setelah berbulan-bulan berjalan, Banta tiba di sebuah hutan rimba yang sangat lebat. Di sana, ia menemukan sebuah balai di tengah hutan dan memutuskan untuk beristirahat.
Saat sore menjelang, beberapa orang berjubah putih muncul di balai tersebut dan melaksanakan shalat secara berjamaah. Setelah shalat, mereka menghilang secara ajaib. Banta Seudang yang penasaran memutuskan untuk tinggal lebih lama dan mencari tahu siapa mereka. Ketika waktu shalat Maghrib tiba, ia duduk di samping imam dan setelah shalat selesai, ia langsung memegang tangan sang Imam.
Sang Imam bertanya, "Mengapa engkau memegang tanganku?"
Banta menjelaskan bahwa ia ingin tahu siapa mereka dan bagaimana mereka bisa muncul dan menghilang begitu saja. Imam tersebut menjawab, "Kami adalah para Aulia Allah." Kemudian, ia bertanya balik kepada Banta tentang tujuannya berada di sana. Banta menjelaskan bahwa ia sedang mencari obat untuk menyembuhkan mata ayahnya yang buta.
Imam itu tersenyum dan berkata, "Engkau anak yang berbakti. Tunggu di sini. Nanti akan datang seekor gajah putih. Ikutilah dia."
Tak lama kemudian, gajah putih muncul dan Banta mengikuti hewan itu sampai ke sebuah lembah yang dialiri sungai jernih. Di pinggir sungai itu, ada sebuah pohon besar yang dihuni oleh Jin Pari, makhluk yang memiliki kekuatan magis. Jin Pari menyambut Banta dan berkata, "Aku tahu maksud kedatanganmu. Untuk menyembuhkan mata ayahmu, engkau harus mendapatkan bunga bangkawali yang tumbuh di tengah sungai."
Jin Pari menjelaskan bahwa setiap hari Jumat, tujuh putri raja dari negeri lain datang ke sungai itu untuk mandi. Setelah mereka pergi, seorang perempuan tua bernama Mak Toyo menepuk air sungai tiga kali, dan bunga bangkawali pun muncul. Banta harus meminta bantuan Mak Toyo untuk mendapatkan bunga itu.
Banta kemudian menemui Mak Toyo, dan perempuan tua itu setuju untuk membantu, asalkan Banta sendiri yang mengambil bunga tersebut dari tengah sungai. Ketika Jumat tiba, Banta melihat tujuh putri raja mandi di sungai. Setelah mereka pergi, Mak Toyo menepuk air sungai, dan bunga bangkawali muncul di permukaan. Banta segera berenang ke tengah sungai dan mengambil bunga itu.
Dengan bantuan Jin Pari dan Mak Toyo, Banta kembali ke rumah dalam waktu singkat. Setibanya di rumah, ia segera mencelupkan bunga bangkawali ke dalam air dan mengusapnya ke mata ayahnya. Keajaiban pun terjadi; ayah Banta dapat melihat kembali. Mereka sekeluarga sangat bahagia dan berterima kasih kepada Mak Toyo dan Jin Pari.
Setelah sembuh, ayah Banta Seudang menceritakan siapa dia sebenarnya. Ia adalah Raja asli kerajaan itu, dan tahtanya direbut oleh adiknya setelah ia buta. Mendengar cerita itu, Banta Seudang bertekad membantu ayahnya merebut kembali tahta yang sah.
Keesokan harinya, Banta, bersama kedua orang tuanya dan dibantu oleh Jin Pari serta Mak Toyo, menuju istana. Sang Raja yang licik terkejut melihat kakaknya datang bersama rombongan. Namun, ia menolak menyerahkan tahta dan menantang mereka. Mak Toyo dan Jin Pari dengan mudah mengalahkan Raja yang licik itu, dan akhirnya, tahta kerajaan kembali kepada ayah Banta.
Sejak saat itu, Banta Seudang dan keluarganya hidup bahagia di istana, dan ia pun akhirnya bisa bersekolah seperti anak-anak lainnya.
Posting Komentar untuk "Banta Seudang"