Legenda Pulau Kapal
Di sebuah desa terpencil di Kepulauan Bangka Belitung, hiduplah sebuah keluarga yang sangat miskin. Meski sudah bekerja keras setiap hari, nasib mereka tetap tak beranjak membaik. Keluarga itu terdiri dari seorang ayah, ibu, dan seorang anak laki-laki yang menjadi harapan keluarga.
Suatu hari, ketika sang ayah sedang bekerja di hutan, ia menemukan sebatang tongkat berhias permata yang sangat indah dan berkilauan. Permata itu begitu besar dan berharga sehingga sang ayah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia membawa tongkat itu pulang dengan hati yang penuh harap.
"Lihatlah apa yang kutemukan hari ini!" Seru sang ayah dengan mata berbinar, menunjukkan tongkat berhias permata kepada istri dan anaknya.
"Ya ampun, ini benar-benar indah! Dari mana kau mendapatkannya?" Istrinya menanggapi dengan terkejut.
"Ayah, tongkat ini pasti sangat mahal. Kita bisa menjualnya dan menggunakan uangnya untuk memulai usaha, seperti yang selalu kita impikan!" Kata anaknya.
Sang ayah pun menjawab, "Benar. Aku berpikir sama. Kita harus menjual tongkat ini dan menggunakan uangnya untuk mengubah nasib kita."
Mereka pun segera bersiap mengantar anaknya untuk Perjalanan ke Seberang Pulau.
"Hati-hati di jalan, nak. Ingat, uang itu sangat berharga bagi kita." Kata ibunya dengan khawatir.
"Tenang, ibu. Aku akan pulang secepat mungkin setelah menjual tongkat ini." Jawab sang anak.
"Kami menunggumu, nak. Jangan lama-lama." Kata sang ayah.
Dengan bekal doa dari kedua orang tuanya, anak tersebut berangkat menuju seberang pulau untuk menjual tongkat tersebut. Setelah sampai di pasar, ia berhasil menjualnya dengan harga yang sangat tinggi, mendapatkan beratus-ratus keping emas. Namun, godaan kekayaan yang tiba-tiba muncul membuatnya tergoda. Ia memutuskan untuk menggunakan uang itu sebagai modal berdagang dan mulai berlayar, berharap bisa menjadi saudagar kaya.
Waktu berlalu, dan kedua orang tua anak tersebut menunggu dengan penuh harap. Namun, mereka tak pernah mendengar kabar dari putra mereka. Hingga suatu hari, sebuah kapal besar dan mewah muncul di pantai desa mereka. Dari kapal tersebut, turunlah seorang saudagar kaya dengan rombongan besar, termasuk 15 orang istrinya.
Sang ibu berbisik kepada suaminya, "Siapa yang datang dengan kemewahan seperti ini?"
"Aku tidak tahu, tapi wajah saudagar itu... seperti wajah putra kita." Jawab sang Ayah.
Ketika saudagar itu mendekat, kedua orang tua itu menyadari bahwa saudagar itu adalah anak mereka yang telah lama hilang.
Jawab sang anak dengan senyum sombong, "Benar, ibu. Aku telah kembali, sekarang aku adalah seorang saudagar kaya."
Saudagar itu memberikan sekantung uang kepada orang tuanya, tetapi salah satu istrinya, seorang wanita muda dengan wajah angkuh, tidak senang melihat perhatian suaminya kepada dua orang tua yang berpakaian lusuh.
Istri Saudagar bertanya dengan nada mengejek, "Siapa mereka? Mengapa kau membuang waktu dengan pengemis ini?"
Mendengar hal ini, wajah kedua orang tua itu berubah sedih. Mereka tak menyangka anak mereka akan menganggap mereka sebagai pengemis.
Sang Ayah pun berkata dengan nada berat, "Kau benar-benar lupa siapa kami, nak?"
Saudagar itu tidak menjawab dan hanya menunduk malu. Namun, sebelum ia sempat mengatakan apapun, langit tiba-tiba berubah gelap. Angin kencang mulai bertiup, diikuti oleh ombak besar yang menghantam kapal mewah tersebut.
"Apa yang terjadi? Apa ini hukuman untuk kita?" Sang anak terkejut.
istri Saudagar pun menjerit ketakutan, "Badai! Badai datang!"
Badai itu begitu dahsyat hingga kapal yang mewah itu karam, tenggelam ke dasar laut bersama saudagar kaya dan 15 istrinya. Setelah badai mereda, di tempat kapal itu tenggelam muncul sebuah pulau baru. Orang-orang percaya bahwa bangkai kapal itulah yang menjelma menjadi pulau.
Beberapa tahun kemudian, pulau itu dikenal sebagai Pulau Kapal, dan masyarakat setempat percaya bahwa sang saudagar bersama para istrinya telah berubah menjadi monyet-monyet yang menghuni pulau tersebut. Mereka menunggu kedatangan orang-orang yang serakah dan tak mengenal budi, untuk mengingatkan bahwa harta dunia tak ada artinya jika lupa dari mana asal usul kita.
Posting Komentar untuk "Legenda Pulau Kapal"