Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak
Namun, ada satu kekurangan pada Indra yang cukup menyulitkan keluarganya, yaitu selera makannya yang sangat besar. Sekali makan, Indra bisa menghabiskan setengah bakul nasi dan beberapa piring lauk. Kebiasaan ini tidak menjadi masalah selama mereka masih bisa mendapatkan hasil dari hutan dan laut dengan mudah. Namun, masalah muncul ketika musim paceklik tiba, saat hasil hutan dan laut mulai sulit diperoleh. Keluarga Pak Buyung pun harus berhemat dan menahan lapar.
Ketika makanan dan beras mulai habis, keluarga Pak Buyung hanya bisa mengandalkan hasil bumi seadanya seperti ubi dan talas. Setelah beberapa hari hanya memakan ubi, Indra mulai merasa sangat kelaparan dan terus mengeluh kepada kedua orang tuanya, meminta mereka mencarikannya makanan. Namun, Pak Buyung dan istrinya sudah kelelahan dan enggan pergi ke hutan atau laut, karena sulitnya mencari bahan makanan.
Pada suatu hari, Pak Buyung yang kesal akhirnya menghardik Indra yang terus mengeluh.
"Anak malas! Kalau kamu lapar, cari sendiri makananmu ke hutan atau ke laut!" ujar sang ayah dengan nada tinggi.
Sang ibu, yang merasa kasihan, mencoba membela Indra dengan berkata bahwa Indra masih terlalu kecil untuk mencari makan sendiri. Namun, Pak Buyung bersikeras bahwa Indra harus belajar mencari makanannya sendiri, terutama karena dia yang paling banyak menghabiskan makanan di rumah.
Akhirnya, sang ibu menasihati Indra agar menuruti perkataan ayahnya dan pergi mencari makanan ke arah Bukit Junjung Sirih. Dengan hati yang berat, Indra menurut dan pergi setelah berpamitan serta memberi makan Taduang. Namun, nasib malang menimpa Indra; ia kembali dengan tangan kosong tanpa mendapatkan satu pun bahan makanan.
Keesokan harinya, Pak Buyung kembali memerintahkan Indra untuk mencari makanan, kali ini di laut. Namun, lagi-lagi, Indra pulang dengan tangan kosong. Hari demi hari, Indra terus menuruti perintah ayahnya, mencari makan di hutan dan laut, tetapi selalu pulang tanpa hasil. Hampir sebulan lamanya, Indra melakukan hal yang sama hingga tubuhnya mulai kelelahan.
Suatu hari, saat Indra meminta izin untuk beristirahat, sang ayah justru marah besar dan menyebutnya anak pemalas. Dengan perasaan tertekan, Indra kembali pergi ke laut untuk mencoba peruntungannya. Sementara itu, tanpa sepengetahuan Pak Buyung, sang ibu mengikuti Indra dari kejauhan saat Pak Buyung mencari bahan makanan di hutan. Sang ibu berhasil mengumpulkan kerang pensi dan membawanya pulang untuk dimasak menjadi pangek yang lezat.
Namun, sebelum mereka makan, Pak Buyung merasa khawatir bahwa makanan tersebut tidak akan cukup untuk mereka bertiga. Dia pun menyarankan agar mereka berdua menghabiskan makanan itu diam-diam tanpa sepengetahuan Indra. Sebagai tanda, mereka bersepakat untuk segera menyembunyikan makanan jika Taduang berkokok, menandakan bahwa Indra sudah dekat.
Benar saja, ketika Taduang berkokok, mereka segera membersihkan makanan dan mencuci tangan mereka. Saat Indra yang kelelahan pulang tanpa membawa ikan dari laut, ia meminta makan kepada orang tuanya. Namun, sang ayah berbohong dan mengatakan bahwa tidak ada makanan lagi, lalu menyuruh Indra mencuci ijuk di laut hingga bersih. Karena lelah, Indra pulang dengan ijuk yang masih kotor, dan hal ini membuat Pak Buyung semakin marah.
Dengan penuh keletihan, Indra kembali ke laut untuk mencuci ijuk hingga benar-benar bersih. Sepulang dari laut, Indra sangat terkejut melihat ayah dan ibunya tertidur kekenyangan di ruang dapur, dengan bekas makanan berserakan di sekitar mereka. Di dalam periuk, hanya tersisa sedikit kuah dan potongan kecil daging pensi yang telah dimakan oleh kedua orang tuanya.
Indra merasa sangat sedih karena orang tuanya telah berbohong kepadanya. Namun, sebagai anak yang berbakti, ia menahan amarahnya dan tidak berkata apa-apa. Ia pun pergi menemui Taduang di sebuah batu besar, tempat biasa ia mencurahkan isi hatinya. Ketika Indra menceritakan keluh kesahnya, Taduang tiba-tiba berkokok dengan keras, lalu mengepakkan sayapnya dan terbang membawa Indra ke udara. Hal yang aneh pun terjadi: batu besar tempat Indra duduk ikut terangkat ke langit, semakin tinggi dan semakin besar.
Taduang, yang semakin tidak kuat lagi membawa beban yang berat, akhirnya kehilangan kendali. Indra pun menyentakkan kakinya dengan kuat, menyebabkan batu besar tersebut jatuh dengan keras menghantam bukit di sekitar lautan. Batu besar itu menciptakan lubang besar yang panjang, dan air laut dengan cepat menyusut untuk mengisi cekungan tersebut, membentuk aliran sungai yang panjang dan luas. Namun, Indra dan Taduang menghilang tanpa jejak, dan tidak ada yang tahu keberadaan mereka.
Konon, sejak saat itu, sungai yang terbentuk dari lubang tersebut dikenal sebagai Sungai Batang Ombilin. Sementara itu, air laut yang menyusut mengisi cekungan di sekitar bukit, yang kini dikenal sebagai Danau Singkarak.
----------------------------------------------------------------
Cerita ini tidak hanya menggambarkan hubungan antara orang tua dan anak dalam masyarakat tradisional Minangkabau, tetapi juga mengandung pesan tentang ketekunan, pengorbanan, dan konsekuensi dari ketidakjujuran. Legenda ini juga menjelaskan secara mitologis asal usul Sungai Batang Ombilin dan Danau Singkarak, yang keduanya memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.
Posting Komentar untuk "Asal Mula Sungai Ombilin dan Danau Singkarak"