Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asal Mula Danau Laut Tawar

 Di sebuah kampung kecil bernama Nosar, yang terletak di pedalaman Aceh bagian tengah, hiduplah seorang putri cantik bernama Puteri Pukes. Kampung Nosar, dengan keindahan alamnya yang memukau, menjadi tempat kelahiran dan tumbuh kembang Puteri Pukes. Kehidupan Puteri Pukes dipenuhi dengan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Namun, adat dan tradisi segera mengubah jalan hidupnya.

Puteri Pukes baru saja menikah dengan seorang pria baik hati dari Samar Kilang, sebuah kampung yang jauh dari Nosar. Lelaki itu adalah keturunan saudagar kaya yang dikenal luas di daerahnya. Namun, seperti adat Gayo yang berlaku, seorang istri harus mengikuti suaminya dan menetap di kampung sang suami, meninggalkan kampung halamannya untuk selama-lamanya. Hal ini sangat memberatkan hati Puteri Pukes.

Suatu hari, saat hari kepergiannya semakin dekat, Puteri Pukes berbicara kepada ibunya dengan hati yang galau.

“Anakku, Ibu tahu perasaanmu. Engkau pasti merasa berat untuk meninggalkan kampung kita ini, juga meninggalkan ibu dan ayahmu,” ucap sang ibu dengan penuh kelembutan sambil mengusap kepala Puteri Pukes.

Puteri Pukes, dengan perasaan yang bergejolak, mengutarakan kekhawatirannya.

"Ibu, kalau aku pergi, siapa yang akan menjaga Ibu? Siapa yang akan menemani Ayah ketika bersedih? Dan siapa yang akan mengajakku bercerita tentang alam, gunung-gunung, dan hutan?" tanya Puteri Pukes dengan suara yang bergetar. Matanya sembab setelah beberapa hari menangis sejak pernikahannya usai.

Sang ibu mencoba menenangkan hati putri semata wayangnya, "Anakku, engkau sudah dewasa dan kini menjadi istri orang. Tidak seharusnya engkau berkata seperti itu. Kata-katamu tidak enak didengar, apalagi kalau suamimu yang mendengarnya."

Namun, perasaan Puteri Pukes tak kunjung tenang.

"Bu, bagaimana kalau aku merindukan Ibu? Bagaimana kalau aku ingin bertemu Ayah? Jarak Samar Kilang ke Nosar ini sangat jauh. Kita harus melintasi pegunungan, sungai, danau, bahkan hutan dan semak-belukar!" Tangis Puteri Pukes pun pecah lagi.

Kesedihan meninggalkan kampung halaman dan kedua orang tuanya sangat berat dirasakannya.

Pada hari keberangkatannya, saat perpisahan tak dapat dihindarkan, ibunya memberikan nasihat terakhir. "Kalau engkau sudah meninggalkan kampung ini, jangan pernah menoleh ke belakang, anakku. Supaya engkau tidak terbayang-bayang wajah ibu dan ayahmu. Kami sudah ikhlas melepasmu. Berbahagialah engkau bersama suamimu," katanya sambil memeluk dan mencium pipi puteri tercintanya.

Ayahnya pun memberi nasihat, "Pergilah, Nak. Ikutilah kehendak dan nasihat suamimu. Ini adalah jalan hidup yang harus kau tempuh."

Dengan hati yang hancur, Puteri Pukes akhirnya meninggalkan rumah dan kedua orangtuanya. Meskipun suaminya telah menggenggam tangannya untuk menuntunnya, Puteri Pukes tetap melangkah dengan enggan. Setiap langkah yang diambilnya terasa berat, seakan-akan hatinya tertinggal di kampung halaman.

Namun, ketika mereka sudah berjalan cukup jauh, Puteri Pukes tidak dapat menahan diri untuk melihat kampung halamannya untuk terakhir kalinya. Dia menoleh ke belakang, melanggar nasihat yang diberikan ibunya. Dalam sekejap, langit yang cerah berubah menjadi gelap gulita. Awan hitam bergulung-gulung, petir menyambar-nyambar, dan angin kencang berhembus dengan dahsyat. Hujan turun dengan sangat lebat, memaksa rombongan mereka untuk berlindung di dalam sebuah gua.

Setelah beberapa saat, hujan mereda. Namun, ketika pengawal mendekati Puteri Pukes untuk melanjutkan perjalanan, ia terkejut luar biasa. "Tuan! Tuan! Puteri Pukes tidak dapat bergerak, Tuan! Puteri Pukes menjadi batu!" serunya dengan penuh kepanikan.


Suami Puteri Pukes segera menghampiri istrinya, dan benar saja, di hadapannya hanya ada seonggok batu yang menyerupai tubuh Puteri Pukes yang sedang menangis. Mata patung itu terus mengeluarkan air, seperti air mata yang tidak pernah berhenti mengalir. Air itu kemudian membentuk sebuah danau yang luas, yang kini dikenal sebagai Danau Laut Tawar.

Hingga kini, patung Puteri Pukes masih ada di dalam gua yang dikenal sebagai Gua Pukes. Konon, kadang-kadang patung itu masih terlihat menangis, mengeluarkan air mata. Mungkinkah Puteri Pukes dikutuk menjadi batu karena tidak mendengarkan nasihat ibunya? Mungkin, jika patung itu bisa bicara, kita akan tahu jawabannya.


Cerita ini mengandung pesan moral tentang pentingnya mendengarkan nasihat orang tua dan konsekuensi dari melanggar tradisi atau adat yang telah lama dijunjung tinggi. Selain itu, cerita ini juga memperlihatkan betapa beratnya seorang perempuan meninggalkan keluarganya demi menjalankan kewajiban sebagai istri dalam tradisi Gayo.

Posting Komentar untuk "Asal Mula Danau Laut Tawar"