Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Putri Tandampalik

Dahulu kala, terdapat sebuah negeri bernama Luwu, yang terletak di Pulau Sulawesi. Negeri ini dipimpin oleh seorang raja bernama La Busatana Datu Maongge, yang biasa dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena kepemimpinannya yang adil, bijaksana, dan penuh kebijaksanaan, rakyat Luwu hidup dalam kemakmuran. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan nelayan. Datu Luwu memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Putri Tandampalik, yang kecantikan dan kepribadiannya telah dikenal luas, termasuk oleh Raja Bone, yang tinggal jauh dari Luwu.

Raja Bone ingin menikahkan putranya dengan Putri Tandampalik. Ia mengirim beberapa utusan untuk menemui Datu Luwu dan melamar sang putri. Datu Luwu merasa bimbang, karena menurut adat setempat, seorang gadis Luwu tidak diperbolehkan menikah dengan pemuda dari negeri lain. Namun, jika lamaran tersebut ditolak, Datu Luwu khawatir akan terjadi peperangan yang akan membuat rakyatnya menderita. Setelah mempertimbangkan segala kemungkinan, Datu Luwu memutuskan untuk menerima lamaran itu.

"Biarlah aku dikutuk, asal rakyatku tidak menderita," pikir Datu Luwu.

Beberapa hari kemudian, utusan Raja Bone tiba di negeri Luwu. Mereka datang dengan sopan dan ramah, tanpa iringan pasukan atau armada perang seperti yang dikhawatirkan oleh Datu Luwu. Datu Luwu menerima mereka dengan baik. Namun, ketika mereka menyampaikan maksud kedatangan mereka, Datu Luwu belum bisa memberikan jawaban pasti.

"Datu Luwu yang mulia, kedatangan kami untuk meminang Putri Tandampalik atas nama Putra Mahkota Kerajaan Bone." utusan Raja Bone menyampaikan tujuannya.

Datu Luwu dengan suara tenang menjawab, "Aku mengerti maksud kalian. Beri aku waktu untuk mempertimbangkannya."

"Kami menghormati keputusanmu, Datu Luwu. Kami akan menunggu kabar dari Anda." balas utusan Raja Bone dengan hormat.

Utusan Raja Bone mengerti dan pulang kembali ke negeri mereka.

Keesokan harinya, kegaduhan melanda negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit. Seluruh tubuhnya mengeluarkan cairan kental berbau anyir yang menjijikkan. Para tabib istana mendiagnosis bahwa Putri Tandampalik terkena penyakit menular yang berbahaya. Berita ini segera menyebar, dan rakyat Luwu diliputi kesedihan. Mereka sangat menghormati Datu Luwu dan mencintai Putri Tandampalik. Setelah merenung dan mempertimbangkan situasi, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan putrinya, demi melindungi rakyatnya dari wabah penyakit.

Datu Luwu berbicara kepada Putri Tandampalik, "Anakku, keputusan ini sangat sulit bagiku, tapi demi keselamatan rakyat kita, aku harus mengasingkanmu ke tempat yang jauh."

Putri Tandampalik dengan mata berkaca-kaca menjawab, "Ayahanda, aku mengerti. Aku akan pergi dengan ikhlas. Aku hanya berharap Ayahanda dan rakyat Luwu selamat."

Datu Luwu menyerahkan keris pusaka kepada Putri Tandampalik, "Bawalah keris ini sebagai tanda bahwa aku tidak pernah melupakanmu."

Meskipun berat hati, Putri Tandampalik tidak merasa marah atau kecil hati terhadap keputusan ayahnya. Ia pun pergi dengan perahu bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memberikan sebuah keris sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan atau membuang putrinya.

Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, akhirnya mereka menemukan sebuah pulau yang sejuk dengan pepohonan yang tumbuh subur. Salah satu pengawal menemukan buah Wajao saat pertama kali menginjakkan kakinya di pulau tersebut.

Pengawal berkata kepada Putri Tandampalik, "Putri, pulau ini tampaknya subur dan memiliki banyak sumber daya alam."

"Pulau ini akan kuberi nama Pulau Wajo," jawab Putri Tandampalik sambil tersenyum.

Sejak saat itu, Putri Tandampalik dan para pengikutnya memulai kehidupan baru dengan sederhana. Mereka bekerja keras dengan semangat dan gembira.

Suatu hari, ketika Putri Tandampalik duduk di tepi danau, seekor kerbau putih tiba-tiba menghampirinya dan menjilati tubuhnya.

Putri Tandampalik kaget dan bingung, "Hei, kerbau putih, apa yang sedang kau lakukan?"

Awalnya, Putri Tandampalik berniat mengusirnya, namun kerbau itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Ajaib! Setelah dijilati berkali-kali, luka di tubuh Putri Tandampalik hilang tanpa bekas, dan kulitnya kembali halus seperti semula. Putri Tandampalik terharu dan bersyukur kepada Tuhan karena penyakitnya telah sembuh.

"Sejak saat ini, jangan ada yang menyembelih atau memakan kerbau putih, karena hewan ini telah menyembuhkanku," perintah Putri Tandampalik kepada para pengawalnya.

Permintaan Putri Tandampalik itu dipatuhi oleh seluruh penghuni Pulau Wajo hingga kini. Kerbau putih di pulau tersebut dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.

Suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi bertemu seorang pemuda tampan.

"Siapakah namamu, dan mengapa putri secantik dirimu berada di tempat ini?" tanya pemuda itu dengan lembut.

Putri Tandampalik menceritakan kisah hidupnya, "Aku Putri Tandampalik. Aku diasingkan ke sini karena penyakit menular yang kuderita." lalu balik bertanya, "Siapakah engkau, dan dari mana asalmu?"

Pemuda itu tidak menjawab, melainkan bertanya kembali, "Putri Tandampalik, maukah engkau menjadi istriku?"

Sebelum Putri Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Ia merasa mimpinya adalah pertanda baik.

Di tempat lain, di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu ditemani Anre Guru Pakanyareng, Panglima Kerajaan Bone, dan beberapa pengawal. Karena terlalu asyik, Putra Mahkota tidak menyadari bahwa ia telah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Saat malam semakin larut, ia melihat seberkas cahaya di kejauhan dan memutuskan untuk mencari asal cahaya itu. Cahaya tersebut ternyata berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang tampak kosong. Betapa terkejutnya ia saat melihat seorang gadis cantik sedang menjerang air. Gadis itu adalah Putri Tandampalik.

"Apakah ini mungkin ada bidadari di tempat terpencil seperti ini?" pikir Putra Mahkota.

Merasa ada yang mengamati, Putri Tandampalik menoleh.

"Rasanya, dia adalah pemuda yang ada dalam mimpiku." kata Putri Tandampalik dalam hati.

Mereka kemudian berkenalan.

"Siapakah engkau, dan mengapa ada di tempat ini?" tanya putri Tandampalik.

Putra Mahkota menjawab, "Aku Putra Mahkota dari Bone. Aku tersesat saat berburu dan menemukan tempat ini. Boleh aku tahu siapa dirimu?"

"Aku Putri Tandampalik dari Luwu. Aku diasingkan ke sini karena penyakit yang dulu kuderita." jawab Putri Tandampalik

Dan dalam waktu singkat, keduanya menjadi akrab. Putri Tandampalik terkesan dengan kehalusan tutur bahasa dan sikap rendah hati Putra Mahkota, sementara Putra Mahkota merasa kagum dengan kecantikan dan kesederhanaan Putri Tandampalik.

Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya karena banyak kewajiban di Istana Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ia terus memikirkan wajah cantiknya dan merasa ingin tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng, yang menemani Putra Mahkota, memahami perasaan sang Pangeran dan segera menghadap Raja Bone untuk menceritakan pengalaman mereka di Pulau Wajo.

"Hamba mengusulkan agar Paduka segera melamar Putri Tandampalik," saran Anre Guru Pakanyareng.

Raja Bone membalas, "Aku setuju. Segera kirim utusan untuk melamarnya."

Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak langsung menerima lamaran tersebut. Ia hanya memberikan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan oleh ayahnya saat ia diasingkan.

Putri Tandampalik berkata, "Bawalah keris ini. Jika diterima dengan baik oleh ayahandaku, maka aku akan menerima lamaran ini."

Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Setelah berhari-hari perjalanan, ia tiba di Kerajaan Luwu dan menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik, serta menyerahkan keris pusaka itu kepada Datu Luwu.

"Datu Luwu, aku datang membawa keris ini sebagai bukti bahwa aku ingin meminang Putri Tandampalik. Keris ini diberikan kepadaku oleh Putri sebagai tanda lamaran yang harus diterima oleh Anda."

Datu Luwu dan permaisuri sangat gembira mendengar berita baik itu. Datu Luwu merasa Putra Mahkota adalah pemuda yang gigih, bertutur kata lembut, sopan, dan penuh semangat. Maka, ia menerima keris pusaka itu dengan tulus.

Tak lama setelah itu, Datu Luwu dan permaisuri datang ke Pulau Wajo untuk bertemu dengan putri mereka. Pertemuan itu sangat mengharukan.

Putri Tandampalik menghampiri ayahnya dengan air mata, "Ayahanda, maafkan aku karena harus meninggalkanmu. Tapi aku bersyukur, karena dengan demikian, rakyat Luwu terhindar dari penyakit yang dulu kuderita."

"Anakku, aku merasa sangat bersalah karena mengasingkanmu. Namun, aku bangga padamu karena engkau tetap tegar menghadapi semua ini." jawab Datu Luwu.

Datu Luwu merasa bersalah karena telah mengasingkan putrinya, namun Putri Tandampalik bersyukur karena rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya.

Akhirnya, Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone, dan pernikahan mereka dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta dan menjadi raja yang arif dan bijaksana.

Posting Komentar untuk "Putri Tandampalik"