Cincin Sakti
Dahulu, terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sangrila yang dipimpin oleh Raja Mahawuni. Ia didampingi oleh seorang permaisuri bernama Cendana. Pangeran Hawuna adalah satu-satunya putra mahkota yang kelak akan menggantikan posisi ayahnya sebagai raja. Suatu hari, Pangeran Hawuna pergi berburu ke hutan bersama pengawalnya. Saat itu, masih banyak hutan yang belum terjamah manusia. Dengan berbagai perlengkapan, Pangeran Hawuna memasuki hutan belantara. Sudah berhari-hari, Pangeran Hawuna bersama pengawalnya menjelajahi hutan, namun belum seekor binatang pun berhasil mereka tangkap. Hewan yang mereka incar selalu berhasil melarikan diri.
“Hari-hari sial,” ujar pengawalnya kepada Pangeran Hawuna.
Pangeran Hawuna kemudian membangun kemah dari dedaunan di tengah semak-semak.
Tiba-tiba, pengawalnya berteriak, “Hantu!” sambil menunjuk ke arah semak-semak yang bergerak disertai dengan rintihan tangis seorang wanita. Pangeran Hawuna segera siaga dengan alat buruannya.
“Aku bukan hantu!” seru seorang gadis berpakaian kumal yang muncul dari rimbunan semak-semak itu. “Namaku Nuri,” lanjut gadis cantik tersebut, memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangan kepada Pangeran Hawuna.
Pangeran Hawuna menerimanya dengan senang hati, meskipun masih diliputi keraguan. Nuri menceritakan bahwa dirinya berasal dari Kerajaan Bintan. Ia adalah putri seorang raja yang diculik oleh seorang nenek sihir jahat. Hingga kini, ia masih berada di bawah kekuasaan nenek sihir tersebut. Setiap usahanya untuk melarikan diri selalu gagal, namun ia terus memohon kepada Dewata agar segera dibebaskan dari kekuatan nenek sihir itu.
“Hey, Nuri! Cepat kembali ke gua!” perintah sang nenek sihir yang tiba-tiba muncul.
Ia tertawa melengking dan menakutkan. Pakaian dan rambutnya kumal, tubuhnya kurus dan bungkuk. Setiap kali ia membuka mulut, giginya memancarkan sinar kekuning-kuningan. Tangan kanannya menggenggam tongkat berkepala ular naga yang lidahnya mengeluarkan cahaya merah. Tongkat itu adalah senjata andalan sang nenek sihir. Di bawah pengaruh sihir tersebut, Putri Nuri terbang ke angkasa, mengikuti keinginan nenek sihir.
Pangeran Hawuna berusaha mengejar, namun sia-sia. Bahkan, ia terpisah dari pengawalnya. Saat malam menjelang, Pangeran Hawuna merasa lelah dan beristirahat di bawah pohon. Ia melihat sebuah lentera di sebuah gubuk yang berada di dekat tempatnya beristirahat. Perlahan-lahan, Pangeran Hawuna mendekati gubuk itu.
“Siapakah kau?” sapa seorang kakek berjubah putih dan berikat kepala putih.
Janggutnya juga putih dan panjang. Tampaknya, ia adalah seorang kakek sakti. Pangeran Hawuna segera duduk bersila di hadapannya, memperkenalkan diri, dan mengutarakan maksud tujuannya.
“Oh, nenek sihir itu memang sangat jahat. Aku tidak mampu melawannya. Kaulah yang kutunggu-tunggu. Menurut firasatku, kaulah yang mampu menandingi kesaktian nenek sihir itu,” ucap sang kakek sakti kepada Pangeran Hawuna, sambil memberikan sebuah cincin bersinar yang menyilaukan.
Cincin itu adalah cincin ajaib. Kakek sakti menekankan bahwa untuk melawan nenek sihir, Pangeran harus berhati-hati dan waspada. Cincin ajaib itu harus digosok terlebih dahulu sambil mengucapkan mantra yang harus diulang tiga kali. Cincin tersebut akan segera memancarkan cahaya yang sangat panas dan mampu membakar lawan yang dihadapi. Sang kakek sakti kemudian mengenakan cincin ajaib di jari manis tangan kiri Pangeran Hawuna. Seketika, Pangeran Hawuna tampak memancarkan sinar berkilauan. Sinar cincin sakti itu telah menyatu dengan tubuhnya, menambah keberanian dan semangatnya.
“Aku akan menyertai perjuanganmu,” ucap sang kakek sakti pelan seraya menumpangkan kedua tangannya di kepala Pangeran Hawuna. Pangeran Hawuna mengucapkan terima kasih dan segera mohon diri.
Sementara itu, suasana Kerajaan Sangrila gempar. Pengawal Pangeran Hawuna telah tiba di istana dan melaporkan kepada Raja Mahawuni bahwa Pangeran Hawuna telah diculik oleh nenek sihir penguasa hutan belantara.
“Cari sampai ketemu!” perintah Raja Mahawuni kepada para pengawalnya.
Raja Mahawuni memerintahkan ratusan prajurit khusus yang terlatih untuk menjelajahi hutan belantara dan mencari Pangeran Hawuna. Berhari-hari mereka menjelajahi hutan, namun Pangeran Hawuna tidak ditemukan. Mereka menjadi putus asa, tetapi tidak ada yang berani kembali ke istana karena takut dihukum oleh Raja Mahawuni.
Sementara itu, Pangeran Hawuna dengan cekatan dan cerdik melompat dari pohon ke pohon untuk mencari Putri Nuri. Berkat kesaktian cincin sakti, ia mampu terbang dan mengamati gua tempat nenek sihir. Pangeran Hawuna tiba di sebuah gunung batu yang tinggi dan mengamati keadaan gunung itu dengan seksama. Ia menemukan sebuah pintu batu besar yang dijaga oleh raksasa menakutkan. Pangeran Hawuna ingin segera melewati pintu itu, namun raksasa tersebut melarangnya. Terjadilah pertempuran sengit. Pangeran Hawuna segera membaca mantra sambil menggosok cincin sakti. Raksasa itu berteriak kepanasan dan akhirnya tewas terbakar.
“Hey anak muda! Wilayah ini adalah daerah kekuasaanku! Enyahlah kau!” bentak nenek sihir jahat sambil tertawa melengking.
“Jangan buang waktu, gosok cincin saktimu!” suara sang kakek sakti terngiang di telinga Pangeran Hawuna.
Seketika, cincin sakti memancarkan sinar menyilaukan. Terjadilah pertempuran adu kesaktian yang sengit. Nenek sihir jahat terpojok dan akhirnya dihantam oleh sinar menyilaukan dari cincin sakti.
“Aduuh, aku tak tahan! Silau, panas!” pekik sang nenek sihir.
Tubuhnya menggelepar-gelepar terbakar hingga akhirnya tewas. Putri Nuri pun berhasil dibebaskan dan segera kembali berkumpul dengan keluarganya.
Pesan Moral: Bantulah orang yang membutuhkan. Kejahatan pasti akan terkalahkan oleh kebaikan dan kebenaran.
Posting Komentar untuk "Cincin Sakti"