Calon Arang
Pada suatu masa di Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Raja Erlangga, hiduplah seorang janda yang sangat bengis bernama Calon Arang. Ia tinggal di desa Girah dan merupakan penganut aliran hitam, sebuah kepercayaan sesat yang mengandalkan ilmu gaib untuk melakukan kejahatan. Calon Arang memiliki seorang putri bernama Ratna Manggali. Karena putrinya telah cukup dewasa, dan ia tidak ingin Ratna Manggali tidak mendapatkan jodoh, Calon Arang memaksa beberapa pemuda yang tampan dan kaya untuk menjadi menantunya. Namun, sifat bengis Calon Arang membuat penduduk desa Girah tidak menyukainya, sehingga tak seorang pun pemuda yang mau memperistri Ratna Manggali. Hal ini membuat Calon Arang sangat marah, dan ia berniat membuat resah warga desa Girah.
"Kerahkan anak buahmu! Cari seorang anak gadis hari ini juga! Sebelum matahari tenggelam, anak gadis itu harus dibawa ke Candi Durga!" perintah Calon Arang kepada Krakah, seorang anak buahnya.
Krakah segera mengerahkan para cantrik Calon Arang untuk mencari seorang anak gadis. Ini bukanlah pekerjaan yang sulit bagi para cantrik.
Sebelum matahari terbit, anak gadis malang itu sudah berada di Candi Durga. Ia meronta-ronta ketakutan."Lepaskan aku! Lepaskan aku!" teriaknya.
Lama-kelamaan, anak gadis itu pun lelah dan jatuh pingsan. Ia kemudian dibaringkan di altar persembahan. Tepat tengah malam yang gelap gulita, Calon Arang mengorbankan anak gadis itu untuk dipersembahkan kepada Betari Durga, dewi angkara murka.
Kutukan Calon Arang menjadi kenyataan.
"Banjir! Banjir!" teriak penduduk Girah yang diterjang aliran sungai Brantas.
Siapapun yang terkena percikan air sungai Brantas pasti akan menderita sakit dan menemui ajalnya.
"He, he... siapa yang berani melawan Calon Arang? Calon Arang tak terkalahkan!" demikian Calon Arang menantang dengan sombongnya.
Akibat ulah Calon Arang, rakyat semakin menderita. Korban semakin banyak. Pagi sakit, sore meninggal. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan wabah penyakit aneh itu.
"Apa yang menyebabkan rakyatku di desa Girah mengalami wabah dan bencana?" tanya Prabu Erlangga kepada Paman Patih.
Setelah mendengar laporan Paman Patih tentang ulah Calon Arang, Prabu Erlangga marah besar. Genderang perang pun segera ditabuh. Maha Patih Kerajaan Daha segera menghimpun prajurit pilihan dan berangkat ke desa Girah untuk menangkap Calon Arang. Rakyat sangat gembira mendengar bahwa Calon Arang akan ditangkap. Para prajurit merasa bangga dan yakin bahwa tugas suci mereka akan berhasil berkat doa restu seluruh rakyat.
Prajurit kerajaan Daha sampai di desa kediaman Calon Arang. Namun, sebelum mereka sempat melepaskan lelah dari perjalanan jauh, para prajurit dikejutkan oleh ledakan-ledakan menggelegar di antara mereka. Tidak sedikit prajurit Daha yang tiba-tiba menggelepar di tanah tanpa sebab yang pasti.
Korban dari prajurit Daha terus berjatuhan. Musuh mereka mampu merobohkan lawan dari jarak jauh, bahkan tanpa senjata. Kekalahan prajurit Daha membuat para cantrik, murid Calon Arang, semakin ganas.
"Serang! Serang terus!" seru para cantrik.
Pasukan Daha porak-poranda dan lari pontang-panting menyelamatkan diri. Prabu Erlangga terus mencari cara untuk mengalahkan Calon Arang.
"Untuk mengalahkan Calon Arang, kita harus menggunakan kasih sayang," kata Empu Barada dalam musyawarah kerajaan.
"Kekesalan Calon Arang disebabkan karena belum ada seorang pun yang bersedia menikahi putri tunggalnya."
Empu Barada meminta Empu Bahula untuk membantu dengan tulus mengalahkan Calon Arang. Empu Bahula yang masih lajang diminta untuk bersedia memperistri Ratna Manggali. Dijelaskan bahwa dengan memperistri Ratna Manggali, Empu Bahula dapat sekaligus memperdalam dan menyempurnakan ilmunya.Akhirnya, rombongan Empu Bahula berangkat ke desa Girah untuk meminang Ratna Manggali.
"He he… aku sangat senang mempunyai menantu seorang Empu yang rupawan," Calon Arang terkekeh gembira.
Maka, diadakanlah pesta pernikahan besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam. Pesta pora itu sangat menyenangkan hati Calon Arang. Ratna Manggali dan Empu Bahula juga sangat bahagia, mereka saling mencintai dan mengasihi. Setelah pesta pernikahan berlalu, suasana gembira masih meliputi desa Girah. Empu Bahula memanfaatkan saat tersebut untuk melaksanakan tugasnya.
Suatu hari, Empu Bahula bertanya kepada istrinya, "Dinda Manggali, apa yang menyebabkan Nyai Calon Arang begitu sakti?"Ratna Manggali menjelaskan bahwa kesaktian Nyai Calon Arang terletak pada Kitab Sihir. Melalui buku itu, ia dapat memanggil Betari Durga. Kitab sihir itu tidak pernah lepas dari tangan Calon Arang, bahkan saat tidur, kitab tersebut digunakan sebagai alas kepalanya.
Empu Bahula segera mengatur siasat untuk mencuri Kitab Sihir itu. Tepat tengah malam, Empu Bahula menyelinap masuk ke tempat peraduan Calon Arang. Rupanya Calon Arang tidur terlalu lelap karena kelelahan setelah tujuh hari tujuh malam mengumbar kegembiraannya. Empu Bahula berhasil mencuri Kitab Sihir Calon Arang dan langsung menyerahkannya kepada Empu Barada. Setelah itu, Empu Bahula dan istrinya segera mengungsi.
Calon Arang sangat marah ketika mengetahui Kitab Sihirnya hilang. Ia bagaikan seekor badak yang mengamuk. Sementara itu, Empu Barada mempelajari Kitab Sihir tersebut dengan tekun. Setelah siap, Empu Barada menantang Calon Arang. Sewaktu menghadapi Empu Barada, kedua telapak tangan Calon Arang menyemburkan jilatan api, begitu pula kedua matanya. Empu Barada menghadapinya dengan tenang. Ia segera membaca sebuah mantra untuk mengembalikan jilatan dan semburan api ke tubuh Calon Arang. Karena Kitab Sihir sudah tidak ada padanya, tubuh Calon Arang pun hancur menjadi abu dan tertiup kencang menuju Laut Selatan. Sejak itu, desa Girah menjadi aman dan tenteram seperti sediakala.Moral: Calon Arang merupakan contoh seseorang yang memiliki sifat pemarah dan tidak dapat menguasai nafsunya. Hendaknya seseorang tidak memaksakan kehendaknya pada orang lain dan tidak melakukan hal yang dibenci orang lain, karena pemaksaan kehendak akan berakibat buruk bagi diri sendiri.
Posting Komentar untuk "Calon Arang"